
Pertanian budi daya padi organik di Tabanan Bali.
JAKARTA – portalbmi.id – Dalam rangka memperingati perayaan 21 tahun hubungan provinsi kembar (sister-province) antara Provinsi Yunnan di China dan Provinsi Bali di Indonesia, sebuah proyek budi daya padi organik yang didanai China diluncurkan di Desa Jatiluwih, Kabupaten Tabanan, Bali.
Didukung oleh Asosiasi Masyarakat Yunnan untuk Persahabatan dengan Negara-Negara Asing (Yunnan People’s Association for Friendship with Foreign Countries), proyek ini menyediakan benih padi berkualitas tinggi dari China, mesin pertanian skala kecil, hewan ternak, serta pelatihan pertanian. Proyek ini mencakup area seluas 17 hektare dan memberikan manfaat bagi lebih dari 125 keluarga petani.
“Dengan benih yang lebih baik dan pengelolaan lahan yang ditingkatkan, hasil panen rata-rata meningkat sebesar 12,4 persen, dari 267 kilogram menjadi 300 kilogram lebih per mu (1 mu = 666,67 meter persegi),” ujar Zhang Junlei, wakil direktur Kantor Perwakilan Komersial Yunnan (Yunnan Commercial Representative Office) di Jakarta. “Para petani kini bisa panen dua hingga tiga kali dalam setahun, dan pendapatan rumah tangga pun meningkat sekitar 30 persen.”
Kepala desa Kawir mengatakan bahwa program ini tidak hanya membawa teknologi, tetapi juga harapan. “Program ini memberi komunitas kami kepercayaan diri untuk mengembangkan pertanian organik dan pariwisata pedesaan,” ujarnya.
Yunnan secara historis merupakan tempat kelahiran budi daya padi di China selatan, sedangkan Indonesia merupakan produsen beras terbesar ketiga di dunia. Meskipun terpisah jarak, keduanya memiliki tradisi pertanian padi yang sudah mengakar kuat. Pengalaman pertanian kedua pihak menawarkan banyak hal untuk pertukaran dan pembelajaran timbal balik.
Tahun ini, guna mendukung diversifikasi pendapatan warga lokal, proyek lanjutan yang dipimpin oleh Yunnan Energy Investment International Engineering Co. diluncurkan untuk mengembangkan Zona Percontohan Eko-Agrowisata Bali (Bali Eco-Agritourism Demonstration Zone). Proyek ini memadukan pertanian dengan pariwisata, dengan menginvestasikan 30 persen dana proyek untuk peningkatan pertanian dan 70 persennya untuk infrastruktur pariwisata, seperti jalur pematang sawah, anjungan pengamatan, dan kedai kopi.
“Saat saya berkunjung pada Maret lalu, sawahnya masih hijau. Kini, sawah-sawah itu sudah dipanen,” kata Zhang. “Lahan ini berubah dengan cepat. Tidak lama lagi, para pengunjung akan berjalan di antara sawah-sawah, menikmati kopi bersama warga, dan mendengar langsung kisah para petani yang kini menjadi tuan rumah wisata pedesaan.”
Proyek ini merupakan bagian dari hubungan pertanian yang terus berkembang antara China dan Indonesia. Sejak 2005, lebih dari 90 persen benih padi hibrida Indonesia diimpor dari China. Para pakar dan perusahaan pertanian dari China telah lama mendukung ketahanan pangan Indonesia melalui pengembangan benih, pasokan mesin, dan pelatihan teknis.
Karena kedua negara menghadapi tantangan ketahanan pangan, kerja sama di bidang pengembangan padi menjadi landasan penting dalam hubungan bilateral. Seperti yang dikatakan Zhang, “Kita tidak hanya mempertumbuhkan tanaman, tetapi juga mempertumbuhkan masa depan bersama.” (Xinhua).