
Perdana Menteri termuda Thailand, Paetongtarn Shinawatra. Foto: Chalinee Thirasupa/REUTERS
BANGKOK – portalbmi.id – Mahkamah Konstitusi Thailand memutuskan menonaktifkan posisi Paetongtarn Shinawatra sebagai perdana menteri sambil menunggu berjalannya kasus yang menuntut agar dirinya dipecat. Dikutip dari Reuters, Selasa (1/7), pengadilan dalam pernyataannya mengatakan telah menerima petisi dari 36 senator yang menuduh Paetongtarn tidak jujur dan melanggar standar etik yang melanggar konstitusi atas bocornya percakapan telepon yang sensitif dengan mantan pemimpin Kamboja Hun Sen.
Dengan ditangguhkannya tugas Paetongtarn sebagai perdana menteri, maka pemerintah diperkirakan akan dipimpin oleh wakil perdana menteri untuk sementara waktu. Meski demikian, Paetongtarn akan tetap berada di kabinet sebagai menteri kebudayaan yang baru buntut reshuffle kabinet yang telah disetujui Raja Maha Vajiralongkorn.
Kepemimpinan Paetongtarn Hanya Bertahan 10 Bulan

Perjuangan Paetongtarn memimpin pemerintahan Thailand hanya bertahan 10 bulan. Ini juga menandai menurunnya opularitas Partai Pheu Thai yang dikuasai dinasti Shinawatra, yang telah mendominasi pemilu Thailand sejak 2001.
10 bulan terakhir ini merupakan ujian politik yang berat bagi Paetongtarn yang naik ke tampuk kepemimpinan sebagai perdana menteri termuda. Dia juga menggantikan Srettha Thavisin, mantan perdana menteri yang diberhentikan oleh Mahkamah Konstitusi karena melanggar etik dengan menunjuk menteri yang pernah dipenjara.
Pemerintahan Paetongtarn juga tengah berjuang menghidupkan kembali ekonomi dan popularitasnya menurun drastis. Pada jajak pendapat 19-25 Juni yang dirilis pada akhir pekan menunjukkan dukungan terhadap dirinya turun menjadi 9,2% dari 30,9% pada Maret lalu.
Tak hanya Paetongtarn yang menghadapi masalah. Ayahnya yang juga mantan perdana menteri, Thaksin Shinawatra, tengah menghadapi dua kasus berbeda di pengadilan bulan ini.
Awal Mula Skandal yang Ancam Posisi Paetongtarn
Semua bermula ketika percakapan telepon yang dilakukan Paetongtarn dengan Hun Sen pada 15 Juni itu bocor. Percakapan telepon itu awalnya dilakukan untuk meredam tensi kedua negara yang tengah bergejolak karena konflik di perbatasan.

Namun dalam percakapan itu, Paetongtarn malah mengkritik komandan militer Thailand — garis depan di negara yang memiliki pengaruh militer yang kuat. Paetongtarn kemudian meminta maaf dan menyatakan pernyataannya merupakan taktik negosiasi.
Percakapan yang bocor itu juga membuat publik Thailand marah dan mendesaknya untuk mengundurkan diri. Koalisi Paetongtarn yang sejak awal rapuh diperkirakan akan mengajukan mosi tak percaya di parlemen.