
Peta lokasi pembangunan Flyover Sitinjau Lauik di kawasan rawan longsor Kota Padang, yang dijadwalkan mulai dibangun pada Oktober 2025. (Foto: KemenPUPR)
PADANG – portalbmi.id – Proyek strategis pembangunan Flyover Sitinjau Lauik di Kota Padang, Sumatera Barat, akan resmi memasuki tahap konstruksi pada Oktober 2025.
PT Hutama Panorama Sitinjau Lauik (HPSL), sebagai badan usaha pelaksana (BUP) dalam skema kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU), memastikan seluruh kesiapan teknis dan administratif terus dipacu guna mendukung kelancaran proses pembangunan.
“Pekerjaan konstruksi akan dimulai pada Oktober 2025,” ujar Lenardo Putra, Sekretaris Perusahaan HPSL, saat dihubungi dari Padang pada Senin (21/7).
Proyek ini disebut akan menjadi solusi jangka panjang atas masalah akses jalan yang selama ini sering terganggu karena bencana longsor di kawasan Sitinjau Lauik.
Flyover Sitinjau Lauik menjadi bagian penting dalam upaya peningkatan konektivitas antarwilayah di Sumatera Barat.
Setelah penandatanganan kontrak design and build dengan konsorsium kontraktor HK-HKI KSO pada April 2025 lalu, proses desain teknis jalan layang tersebut telah berlangsung dan dijadwalkan tuntas dalam enam bulan.
Sembari menyelesaikan desain, kontraktor kini juga tengah menangani pemulihan kondisi jalan eksisting serta persiapan mobilisasi alat berat di lapangan.
HPSL menjelaskan bahwa proses pembangunan flyover telah melewati sejumlah tahapan strategis.
Selain supervisi proyek yang intensif, kegiatan pengadaan lahan dan finalisasi pendanaan (financial close) telah dilakukan.
Salah satu tonggak penting adalah persetujuan penggunaan kawasan hutan lindung seluas 8,5 hektare di wilayah pembangunan Flyover Panorama 1 yang diperoleh pada 30 Juni 2025.
Persetujuan tersebut tertuang dalam PPKH (Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan) Nomor 366 Tahun 2025, dengan pihak yang bertanggung jawab adalah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Ini menandai sinyal hijau bagi pelaksanaan fisik di kawasan sensitif topografi itu.
Desain Disesuaikan dengan Medan Rawan Longsor
Kondisi geografis Sitinjau Lauik yang dikenal rawan longsor menjadi fokus utama dalam perencanaan teknis proyek ini.
HPSL menegaskan bahwa aspek topografi menjadi pertimbangan utama dalam desain flyover guna meminimalisir risiko bencana.
“Proses pembuatan desain sudah memperhatikan aspek topografi dengan melihat secara langsung kondisi di lapangan,” tegas Lenardo.
Meski konstruksi akan segera dimulai, pihak HPSL belum merencanakan penutupan atau pengalihan arus lalu lintas.
Namun, apabila ke depan terdapat kebutuhan tersebut, maka akan melalui proses kajian matang dan koordinasi dengan instansi terkait.
Flyover Sitinjau Lauik diyakini akan menjadi tonggak transformasi konektivitas Sumatera Barat, sekaligus mengurangi beban kendaraan berat yang selama ini sering terkendala medan ekstrem.