
Perserikatan Bangsa-Bangsa (OHCHR), Ravina Shamdasani saat demonstrasi di Indonesia pada 29 Agustus 2025. Foto: melihatindonesia
JAKARTA – PORTALBMI.ID – Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada hari Senin, 1 September 2025, menyerukan penyelidikan atas dugaan penggunaan kekuatan yang tidak proporsional oleh pasukan keamanan setelah gelombang protes di Indonesia yang merenggut setidaknya 10 nyawa.
Protes tersebut dipicu oleh kemarahan publik atas fasilitas mewah yang dinikmati anggota parlemen dan kebijakan penghematan pemerintah yang dianggap membebani rakyat.
“Kami memantau secara ketat serangkaian insiden kekerasan di Indonesia dalam konteks protes nasional atas tunjangan parlemen, langkah-langkah penghematan, dan tuduhan penggunaan kekuatan yang tidak perlu atau tidak proporsional oleh pasukan keamanan,” kata Ravina Shamdasani, juru bicara Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (OHCHR), sebagaimana dikutip oleh Barron’s dan situs web resmi OHCHR.
PBB mendesak penyelidikan yang cepat, menyeluruh, dan transparan atas semua dugaan pelanggaran hukum hak asasi manusia internasional, termasuk yang terkait dengan penggunaan kekuatan oleh pihak berwenang.
Ravina juga menekankan pentingnya dialog untuk mengatasi masalah publik dan kebebasan media dalam meliput berbagai peristiwa.
“Pihak berwenang harus menjunjung tinggi hak berkumpul secara damai dan kebebasan berekspresi, serta menjaga ketertiban sesuai dengan norma dan standar internasional,” ujarnya.
Kerusuhan bermula sebagai demonstrasi damai, tetapi situasi memanas setelah rekaman video menunjukkan sebuah kendaraan lapis baja seberat 14 ton milik Korps Brigade Mobil (Brimob) menabrak seorang pengemudi ojek daring di Jakarta pada Kamis malam, 28 Agustus 2025.
Insiden tersebut memicu kemarahan publik dan menyebarkan gelombang protes ke berbagai kota besar, menjadikannya kerusuhan terburuk sejak Presiden Prabowo Subianto berkuasa kurang dari setahun yang lalu.
Hingga Senin malam, 1 September, tercatat 10 orang meninggal dunia akibat kekerasan aparat atau kebakaran gedung selama kerusuhan, antara lain:
- Affan Kurniawan (21), Jakarta, ditabrak kendaraan lapis baja Brimob pada 28 Agustus.
- Septinus Sesa, Manokwari, diduga tewas akibat gas air mata pada 28 Agustus.
- Muhammad Akbar Basri (26), Makassar, korban kebakaran Gedung DPRD pada 29 Agustus.
- Sarina Wati (25), Makassar, korban kebakaran Gedung DPRD pada 29 Agustus.
- Saiful Akbar (43), Makassar, korban kebakaran Gedung DPRD pada 29 Agustus.
- Rusdamdiansyah (26), Makassar, korban penyerangan massa pada 29 Agustus.
- Rheza Sendy Pratama (21), Yogyakarta, diduga korban kekerasan polisi pada 31 Agustus.
- Sumari (60), Solo, korban gas air mata polisi.
- Andika Lutfi Falah, Tangerang, diduga korban penganiayaan polisi.
- Iko Juliant Junior, Semarang, diduga korban penganiayaan polisi.
PBB menekankan bahwa semua pasukan keamanan, termasuk militer, ketika dikerahkan, harus mematuhi prinsip-prinsip dasar penggunaan kekuatan dan senjata api. Ravina Shamdasani menutup pernyataannya dengan menekankan pentingnya menghormati hak asasi manusia.
“Lebih lanjut, penting juga agar media diizinkan untuk meliput peristiwa secara bebas dan independen,” tegasnya.