
Pengamat pembangunan sekaligus tokoh masyarakat dan putra asli Kubu Tambahan Buleleng, Gede Angastia.
BALI – PORTALBMI.ID – Beredarnya desain baru rencana Bandara Bali Utara (Bibu) di media sosial kembali memunculkan keresahan publik. Pengamat pembangunan sekaligus tokoh masyarakat Buleleng, Gede Angastia, mempertanyakan legalitas dan kelengkapan rekomendasi pembangunan.
Sebelumnya, desain proyek yang beredar luas di media sosial dan sejumlah platform digital tersebut disebut-sebut sebagai konsep terbaru pembangunan bandara yang direncanakan berada di wilayah laut Buleleng.
Angastia mengungkapkan publikasi desain tanpa dokumen resmi justru meresahkan karena pembangunan akan berdampak pada masyarakat. Ia mengatakan, penetapan lokasi dan sejumlah rekomendasi penting belum ditunjukkan kepada publik maupun pemerintah daerah.

Anggas menyebut beberapa hal yang harus dipersiapkan sebelum penetapan lokasi diajukan. Pertama, Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL/PBB Laut). Yaitu izin pemerintah yang wajib dimiliki oleh pelaku usaha dan pihak lain untuk kegiatan di ruang laut.
Kedua, data Batimeteri. Yaitu peta dan data kedalaman laut, kontur dasar laut, dan karakteristik geologi bawah air. Bali Utara berada pada lintasan pelayaran internasional, sehingga desain bandara tidak boleh mengganggu jalur kapal. Karena Bali utara termasuk lintasan pelayaran internasional dan wajib diketahui IMO (International Maritime Organization).
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Kajian wajib yang menilai dampak proyek terhadap lingkungan. Dampak pada ekosistem laut. Dampak sosial dan ekonomi pada masyarakat pesisir. Dampak perubahan garis pantai, abrasi, dan sedimentasi. Dan yang lainnya.
Serta rekomendasi yang berkaitan dengan program dan kejelasan sumber dana.
“Narasi yang beredar menyebut telah ada kesepakatan dengan investor yang diklaim memiliki dana hingga Rp50 triliun. Kalau benar ada MOU dengan investor besar, pasti ada tindak lanjut. Uang itu harus masuk dulu ke BKPM lalu diverifikasi. Sampai sekarang tidak ada bukti,” ungkapnya, Kamis (11/12/25).
“Rencana pembangunan harus mendapat rekomendasi Bappenas, kajian kelautan, serta verifikasi investasi dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dan Danantara juga belum terpenuhi,” imbuhnya.
Selain itu, ia juga menyoroti belum adanya sertifikasi IMO yang menjadi dasar kelayakan pembangunan bandara di kawasan laut.
Menurutnya, sertifikat IMO sangat krusial karena berfungsi menilai kedalaman dan kondisi laut dalam proyeksi 30 tahun ke depan. Dokumen tersebut dikeluarkan lembaga yang beroperasi di Key West, Florida, Amerika Serikat, dan wajib dimiliki sebelum rencana pembangunan di laut diumumkan.
Untuk itu, ia meminta pemrakarsa menghentikan sementara sosialisasi kepada masyarakat hingga seluruh izin benar-benar lengkap.
Ia khawatir gencarnya informasi tanpa dasar hukum justru menimbulkan kebingungan dan kesan bahwa pemerintah tidak mendukung pembangunan bandara.
“Jangan permainkan psikologi masyarakat. Jika memang memiliki itikad baik dalam membangun, saran saya kepada siapapun pihak yang mengklaim diri pemrakarsa, stop dulu ini (sosialisasi) sebelum jelas perizinanya,” tandasnya.







