
Grup Fb Fantasi Sedarah yang menghebohkan dunia maya.
SURABAYA – portalbmi.id – Masyarakat Indonesia tengah dihebohkan dengan sebuah grup di Facebook bernama “Fantasi Sedarah”, yang memuat percakapan serta gambar-gambar terkait hubungan seksual sedarah atau inses. Banyaknya foto anak-anak dan saudara kandung dalam grup tersebut, menjadi peringatan keras akan lemahnya pengawasan di dunia maya.
Holy Ichda Wahyuni, selaku Pakar Anak Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya, turut menyoroti bahwa kasus ini mencerminkan semakin tergerusnya ruang aman bagi anak di platform media sosial. “Orang tua dan pendidik perlu menyadari satu hal yang teramat krusial, bahwa ruang aman anak-anak semakin terkikis, bahkan dari tempat yang seharusnya menjadi paling suci dan aman, rumah dan keluarga,” kata Holy, Jumat (16/5).
Ia beranggapan bahwa, sudah seharusnya kasus ini menjadi situasi darurat yang nyata dengan menuntut perubahan cara pandang masyarakat secara serius. Maksudnya, dengan adanya kasus ini, sudah waktunya meninggalkan pola pikir lama bahwa topik seputar seksualitas adalah hal tabu untuk dibahas dalam lingkungan keluarga.
Karena sebaliknya, keterbukaan dan edukasi sejak dini justru penting untuk melindungi anak dari risiko kekerasan dan penyimpangan seksual. Menurutnya, penting bagi anak untuk memahami bahwa tubuh mereka adalah milik pribadi yang harus dihormati.
“Anak juga harus diberi pemahaman bahwa mereka memiliki hak penuh atas tubuhnya, termasuk hak untuk menolak sentuhan atau perlakuan yang tidak nyaman bahkan jika itu datang dari orang dewasa atau keluarga sekalipun,” ujarnya.
Ia menyoroti bahwa masih banyak orang tua yang enggan membicarakan isu seputar seksualitas karena merasa canggung, takut, atau bahkan menolak membicarakan hal ini. Padahal, kurangnya pengetahuan justru meningkatkan kerentanan anak terhadap risiko kekerasan atau pelecehan.
“Peran orang tua saat ini tidak cukup sebagai penyedia sandang dan pangan, tetapi harus menjadi pendengar yang aman dan membangun keterbukaan. Lalu memastikan anak merasa nyaman bercerita tanpa takut dimarahi, direndahkan, atau tidak dipercayai,” tegasnya. Ia juga menekankan, anak yang mengalami kekerasan seksual seringkali menunjukkan tanda-tanda perubahan perilaku yang mencolok. Misalnya, menjadi lebih pendiam atau murung, mudah tersinggung, takut bertemu dengan orang tertentu, mengalami kesulitan tidur, atau tiba-tiba menolak disentuh. Sayangnya, perubahan ini kerap diabaikan atau disalah artikan sebagai bagian dari fase kenakalan atau gejala pubertas.
Padahal, reaksi tersebut bisa jadi merupakan bentuk trauma yang sedang dialami anak dari sebuah respons alami karena mereka tidak tahu harus melakukan apa atau dimana seharusnya mereka mencari pertolongan. Holy beranggapan bahwa, “Masyarakat masih terjebak dalam narasi tabu seputar kekerasan seksual. Ia menyayangkan masih banyak kasus yang ditutup-tutupi demi mempertahankan citra atau nama baik keluarga. Padahal, tindakan ini justru berisiko memperkuat dan memperpanjang siklus kekerasan yang seharusnya bisa dihentikan sejak awal,” pungkasnya.