
Foto hanya untuk ilustrasi semata. (Sumber Foto : GANAS Community).
TAIPEI – PORTALBMI.ID – “Penjara harusnya bukan untuk pekerja migran Indonesia (PMI) tetapi untuk agensinya! Marah benar ketika kami terima kasus ini. Sebab seorang PMI yang jelas tidak bersalah harus masuk penjara imigrasi,” tulis Gabungan Tenaga Kerja Bersolidaritas (GANAS) di media sosialnya.
Hal tersebut berawal dari kisah seorang pekerja migran, sebut saja Ani (nama samaran), asal Lampung. Ani baru bekerja selama lima bulan ketika pasien yang dirawatnya meninggal dunia.
Setelah itu, agensi membawanya bekerja ke majikan baru selama kurang lebih satu bulan. Namun, Ani ternyata tidak memiliki kontrak resmi dan hanya menggantikan pekerja tetap yang sedang cuti.
Selanjutnya, Ani dibawa ke mess milik agensi dan diberitahu bahwa ia diwajibkan membayar biaya tempat tinggal sebesar NT$250 (Rp135.000) hingga NT$300 per hari.
Ani sempat bermalam di mess, dan pada akhir pekan ia mendapat izin dari agensi untuk menginap di rumah suaminya. Namun, tiga hari kemudian, ketika Ani kembali ke mess agensi, tiba-tiba polisi menangkapnya dan membawanya langsung ke kantor polisi. Setelah diinterogasi selama beberapa jam, Ani dijemput petugas imigrasi dan setelah pendataan, langsung dimasukkan ke penjara imigrasi, menurut keterangan yang diterima GANAS.
Kemudian, suami Ani menghubungi Tim GANAS. Dari wawancara singkat, tim GANAS segera melakukan pengecekan di situs resmi imigrasi Taiwan dan menemukan bahwa Ani dilaporkan kabur pada hari yang sama saat ia meninggalkan mess agensi. Hal ini jelas merupakan perlakuan yang tidak adil terhadap Ani.
GANAS segera berkoordinasi dengan pemerintah Indonesia, baik di Jakarta maupun melalui Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia (KDEI) di Taipei. Perwakilan pemerintah Indonesia bertindak cepat dengan menghubungi agensi, meminta agar Ani dibebaskan.
Pada hari yang sama, Ani dijemput dari penjara imigrasi dan langsung diantar ke penampungan yang berada di bawah pengawasan Departemen Tenaga Kerja Taiwan, menunggu proses pemutihan atau pencabutan laporan kaburan.
GANAS dalam pernyataannya menuliskan bahwa dari kasus tersebut, pihaknya sebagai organisasi advokasi PMI menuntut agensi tersebut harus mendapat sanksi tegas, salah satunya adalah blacklist.
GANAS menegaskan bahwa agensi terkait harus mendapat sanksi tegas, salah satunya dimasukkan dalam daftar hitam. Ketua GANAS, Fajar, menjelaskan kepada CNA bahwa langkah organisasi dalam menangani kasus ini dimulai dengan verifikasi kasus, pengumpulan bukti kuat, dan penyusunan kronologi lengkap.
Setelah itu, GANAS menghubungi KDEI dan Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (KP2MI) serta melaporkan kasus ini kepada Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) di Jakarta. “Hingga saat ini, kami terus berkoordinasi atas kasus ini,” ujar Fajar.
GANAS menuliskan himbauan pada keterangan media sosialnya mengenai kasus ini agar jadi pembelajaran bagi PMI di Taiwan.
“Seperti yang sering kami sosialisasikan bahwa jika pasien meninggal dunia maka biaya mess tidak boleh dibebankan kepada PMI. Kemudian ketika PMI disuruh bekerja harus mengetahui jelas kontrak kerja secara resmi, tidak boleh hanya kerja part time (paruh waktu) atau sebagai pengganti PMI lain sementara waktu,” tulis GANAS.
Fajar menegaskan bahwa kasus Ani telah ditangani oleh GANAS dan dilaporkan pada Sabtu (4/10). Ia juga menjelaskan cara PMI mengambil izin ke agensi agar tidak dilaporkan sebagai kaburan.
Ketika ditanya apa yang harus dilakukan oleh PMI agar tidak dilaporkan sebagai kaburan oleh agensinya, Fajar menjabarkan cara khusus untuk izin ke agensi. Fajar menekankan, PMI untuk izin ke agensi ketika libur harus dengan pesan teks atau bukti tertulis yang nanti ke depan bisa dijadikan bukti jika agensi melaporkan kabur. Fajar juga menghimbau agar PMI berkomunikasi secara berkala ke agensi secara tertulis.