
Jajaran manajemen PT Indokripto Koin Semesta Tbk. (COIN) memantau papan perdagangan usai resmi melantai di BEI pada Rabu (9/7/2025)./BEI
JAKARTA – portalbmi.id – Langkah IPO PT Indokripto Koin Semesta Tbk. (COIN) memperkuat narasi kebangkitan pasar di sektor kripto. Seperti Circle dan CoreWeave di Amerika Serikat (AS) yang mencatat lonjakan valuasi pasca-IPO berkat fokus pada kripto dan kecerdasan buatan (AI).
COIN tampil sebagai pionir di Indonesia bahkan dunia yang melantai di bursa saham lewat initial public offering (IPO). Hal tersebut mencerminkan keyakinan bahwa sektor ini masih memiliki demand investor yang solid dan prospek pertumbuhan jangka panjang.
Di saat banyak unicorn memilih menunggu kepastian makroekonomi sebelum go public, COIN justru mengambil langkah strategis lebih awal. Keputusan ini bukan hanya membuka babak baru bagi industri kripto di Indonesia, tetapi juga turut memperkuat posisi Indonesia dalam peta persaingan ekosistem aset digital global.
Ekspansi dirancang Indokripto Koin Semesta sebagai induk perusahaan Bursa Kripto pertama yang melantai di BEI dengan meraup dana Rp220,58 miliar dari IPO. COIN merupakan induk usaha Bursa Berjangka dan Bursa Aset Kripto PT Central Finansial X (CFX) dan jasa Kustodian Aset Kripto PT Kustodian Koin Indonesia (ICC).
Direktur Utama Indokripto Koin Semesta Ade Wahyu mengebut IPO menjadi momentum awal yang baik bagi perjalanan COIN dalam mendorong terciptanya ekosistem aset kripto.
Ade berujar dengan memutuskan menjadi perusahaan terbuka, COIN semakin memperkuat ekosistem aset kripto yang terintegrasi, lebih teregulasi, dan pencatatannya dapat diawasi oleh publik sehingga akuntabilitas menjadi lebih baik terhadap industri aset kripto di Indonesia.
Direktur Marketing dan Business Development Adri Martowardojo menjelaskan bahwa COIN berupaya mendukung CFX untuk dapat terus tumbuh menjadi Bursa yang terpercaya. “Ke depannya yang kami dorong melalui perusahaan anak bisa menghadirkan inovasi use case dari asset class kripto, di mana salah satunya adalah stablecoin dan tokenisasi,” ujar Adri dikutip Kamis (10/7/2025).
Menurut Adri, fokus spesifik kepada stablecoin dijalankan di mana penggunaannya sangat luas di antaranya bisa digunakan remitansi dan perdagangan umum. “Semoga kedepannya bisa mengikuti jejak sukses QRIS di Asia Tenggara,”kata anak mantan Gubernur BI dan Menteri Keuangan Agus D.W. Martowardojo itu.
Direktur Keuangan COIN Abraham Nawawi menambahkan seiring dengan listingnya COIN, pihaknya optimistis bisa meraup pertumbuhan kinerja bisnis. “Kami tahun ini sangat optimistis akan ada peningkatan pendapatan,” kata Abraham dalam konferensi pers pada Rabu (9/7/2025).
Berdasarkan posisi keuangan Indokripto yang tercatat dalam prospektus IPO perusahaan, performa per 31 Desember 2024, COIN mencatatkan pendapatan Rp101,28 miliar pada 2024, melesat dibandingkan pendapatan Rp36 juta pada 2023.
Perusahaan juga berhasil berbalik untung secara signifikan pada 2024. Laba bersih menjadi Rp42,9 miliar, setelah membukukan kerugian hingga Rp1,07 triliun pada tahun 2023.
Abraham menjelaskan pada 2024, kinerja pendapatan COIN paling banyak dikontribusikan dari anak usahanya CFX, dengan porsi 60%. Pendapatan di CFX paling banyak berasal dari transaksi spot dan derivatif.
Menurutnya, pada 2025 kinerja pendapatan COIN dari CFX pun diproyeksikan menebal didorong sejumlah faktor. Pencatatan transaksi aset kripto dalam transaksi spot sebagai pendapatan utama misalnya akan mulai dicatat secara penuh pada 2025, dibandingkan pada 2024 yang tercatat hanya sejak Agustus 2024.
Kemudian, pendapatan CFX dari transaksi kripto juga berkorelasi dengan volatilitas pasar global. Di tengah volatilitas pasar, CFX memiliki produk derivatif yang tetap mencatatkan lonjakan transaksi.“Pada dasarnya produk derivatif berfungsi sebagai hedging atau lindung nilai. Jadi walau ada volatilitas di pasar spot, transaksi derivatif tetap menanjak. Peluangnya juga besar,” ujar Abraham.
Abraham menjelaskan bahwa COIN juga akan terus mendukung upaya-upaya pengembangan usaha di CFX dan ICC. COIN pun berupaya menjalankan literasi keuangan agar adopsi kripto semakin masif di Indonesia.
Adopsi kripto di Indonesia saat ini pun kian masif. Berdasarkan data laporan terbaru dari Chainalysis Global Crypto Adoption Index, Indonesia menduduki peringkat ketiga dalam adopsi aset kripto global, naik dari peringkat sebelumnya di posisi tujuh. Artinya, Indonesia merupakan negara dengan adopsi aset kripto nomor satu di kawasan Asia Tenggara.
Peningkatan terhadap adopsi aset kripto secara global didukung oleh semakin meningkatnya jumlah konsumen aset kripto nasional yang sudah mencapai 14,16 juta orang per April 2025, atau terus bertambah dibandingkan Januari 2025 di angka 12 juta orang.
Semakin bertambahnya minat masyarakat terhadap aset kripto sebagai instrumen investasi yang sudah mendapatkan pengawasan dari Bursa CFX dan Lembaga Kustodian ICC pun dinilai mampu mendorong pertumbuhan total transaksi aset kripto Indonesia yang mencapai hingga Rp650,61 triliun per akhir 2024.
STARTUP UNICORN GLOBAL MENAHAN IPO
Sementara startup unicorn-unicorn lain, baik domestik maupun global masih menunggu kepastian makroekonomi sebelum berani go public, COIN sudah berani lebih dulu, membuka peluang baru bagi industri kripto Indonesia dan memperkuat posisi Indonesia dalam lanskap aset digital global.
Melansir Bloomberg, perusahaan rintisan yang didukung modal ventura masih memilih menahan diri untuk melantai di bursa. Berdasarkan data PitchBook, hanya 27 perusahaan VC-backed yang melakukan IPO di paruh pertama 2025. Adapun jumlah tersebut menjadi yang terendah dalam satu dekade terakhir.
Meski total dana yang dihimpun mencapai US$44,4 miliar, mayoritas exit dari investor justru berasal dari merger, akuisisi, dan buyout, bukan IPO.
Analis PitchBook, Emily Zheng, menyebut bahwa pemulihan IPO saat ini lebih tepat disebut sebagai ‘reset’, bukan kebangkitan penuh. Aktivitas pencatatan publik masih sangat terkonsentrasi, dan sebagian besar unicorn senilai total US$3,2 triliun masih memilih bertahan di ranah privat. Ketidakpastian ekonomi dan kebijakan perdagangan AS turut menjadi faktor penghambat.
Namun, peluang berbeda muncul dari sektor tertentu. Perusahaan yang bergerak di bidang kecerdasan buatan (AI), pertahanan, dan kripto justru menjadi ujung tombak IPO dengan kinerja saham yang impresif. Circle Internet Group misalnya, penerbit stablecoin, melonjak lebih dari 550% sejak debutnya. CoreWeave, penyedia cloud AI, dan Voyager Technologies dari sektor pertahanan juga mencatatkan kenaikan signifikan.
Zheng menyimpulkan bahwa selama masih ada keraguan makroekonomi, perusahaan rintisan cenderung enggan membuka diri ke publik. Di sisi lain, lanjutnya, bagi startup yang berada di sektor dengan prospek strategis nasional seperti AI dan kripto, pasar IPO tetap menjanjikan.